Rapat paripurna dihadiri anggota dewan lintas fraksi serta Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman dan pejabat Pemprov Riau.
FORUMRIAU.COM: Rapat dilakukan di ruang Ruang Paripurna gedung DPRD Riau itu, secara resmi menandatangni kesepakatan APBD Perubahan Riau tahun 2016 senilai Rp.10,3 triliun.
Dalam APBD Perubahan 2016 itu terdapat kesepakatan anggaran dari Pendapatan Daerah senilai Rp.7,2 triliun. Nilai ini berubah dari target APBD murni sebelumnya Rp.7,5 triliun. Selanjutnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) tetap setara dengan APBD Murni senilai Rp3,4 triliun juga di APBD Perubahan.
Sedangkan untuk Dana Perimbangan berubah jadi Rp.3,7 triliun dari Rp4,0 triliun di APBD murni sebelumnya. Untuk Pendapatan Daerah yang sah lainnya disepakati nilai Rp7,8 triliun, jumlah ini sama dengan di APBD murni.
Kesepakatan itu mencatat optimalisasi PAD Riau dari pajak dan retribusi daerah. Pemerintah Provinsi Riau diminta melakukan program dan kebijakan yang akan dapat menaikkan realisasi PAD sesuai tren nasional untuk provinsi sebesar Rp24,21 persen.
Langkah konkritnya sepeti membuat kelompok kerja di setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Kelompok kerja itu diharap dapat melakukan analisis dan kajian mendalam secara komperhensif terhadap semua unsur PAD di SKPD.
Sasaran utamanya kelompok kerja itu agar setiap SKPD di lingkungan pemerintah Provinsi Riau, dapat meningkatkan layanan dan regulasi terhadap aturan dan kelengkapan sarana prasaran atau fasilitas yang berkaitan dengan PAD dimaksud.
Sugeng Pranoto, anggota Banggar DPRD Riau menyampaikan laporan Banggar dalam rangka pembahasan nota keuangan Raperda tentang perubahan APBD provinsi tahun 2016.
Anggota Badan Anggaran (Banggar) PRD Riau Sugeng Pranoto mengatakan, perubahan anggaran hanya sedikit berbeda dari APBD murni 2016.
Karena, pada APBD murni 2016 senilai Rp.10,9 Triliun menjadi hanya Rp.10,3 triliun disepakati dalam APBD Perubahan.
Menurutnya, rincian umum Belanja Daerah terdiri dari Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung. Dimana tahun ini dalam perubahan anggaran terjadi perbedaan dalam keduanya.
"Belanja Tidak Langsung sebelum Perubahan Rp5,3 triliun, setelah Perubahan menjadi Rp5,4 triliun. Belanja Langsung sebelum Perubahan Rp5,5 triliun, setelah Perubahan menjadi Rp4,9 triliun," ungkap Sugeng Pranoto.
"Total Belanja Daerah yang sebelum Perubahan Rp10,9 triliun menjadi Rp10,3 triliun setelah Perubahan," kata Sugeng Pranoto.
Secara nasional, anggaran daerah juga mempertimbangkan pengaruh anggaran negara di APBN.
"Raperda Perubahan APBD tahun 2016 dipengaruhi beberapa hal. Diantaranya, Perubahan asumsi dasar ekonomi makro APBN Perubahan tahun 2016," jawab Sugeng.
Peran pemerintah pusat dalam APBD juga terkait penundaan dana perimbangan bagi daerah.
"Adanya kebijakan pemerintah pusat melakukan pengurangan dan tunda salur dana transfer perimbangan tahun 2016 sebesar Rp.355 miliar," jelas Sugeng.
Rekomendasi Badan Anggaran:
Dalam paripurna itu, juga disampaikan rekomendasi badan anggaran. Rekom itu bertujuan untuk optimalisasi cepatnya penerapan Peraturan Daerah (Perda) untuk anggaran daerah.
Seperti untuk percepatan penetapan Perda tentang Perubahan APBD, proses pembahasan rancangan Perda Perubahan disarankan supaya pemerintah Provinsi menyampaikan laporan realisasi anggaran semester pertama kepada Banggar.
Seanjutnya, Pemprov Riau diminta mematuhi pakta integritas yang ditandatangani gubernur Riau dengan masing-masing kepala SKPD. Dimana mengoptimalkan percepatan penyerapan anggaran pada setiap SKPD sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemprov Riau juga diminta selalu menilai kinerja masing-masing kepala SKPD dan pejabat lainnya. Melakukan penyegaran dengan mengganti kepala SKPD dan pejabat lainnya yang bekerja tidak maksimal dengan pejabat yang berkualitas, profesional dan mempunyai visi ke depan.
Tanggapan Gubernur Riau:
Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman dalam pidato paripurna pengesahan APBDP 2016 menyampaikan apresiasi atas pandangan dan rekomendasi DPRD Riau.
Menurut Gubernur yang singkat dipanggil Andi Rachman ini, kinerja legislatif dan eksekutif dalam penusunan anggaran perubahan 2016 ini dapat berjalan baik.
Hal tersebut telah dibuktikan cepatnya pengesahan anggaran perubahan dari tahun sebelumnya. Sehingga, Andi Rachman menyampaikan apresiasi dalam pidato sambutannya di paripurna tersebut.
Penyusunan dan penetapan APBD menurut UU No. 17 Tahun 2003
Setiap tahunnya, ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN/APBD telah diatur dalam UU No. 17 Tahun 2003.
Ia meliputi penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran, pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran, penyempurnaan klasifikasi anggaran, penyatuan anggaran, dan penggunaan kerangka pengeluaran jangka menengah dalam penyusunan anggaran.
Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara.
Dalam upaya untuk meluruskan kembali tujuan dan fungsi anggaran tersebut, perlu dilakukan pengaturan secara jelas peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran sebagai penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Sehubungan dengan itu, dalam UU No. 17 Tahun 2003 ini disebutkan bahwa belanja negara dan belanja daerah dirinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.
Hal tersebut berarti bahwa setiap pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja harus mendapat persetujuan DPR/DPRD.
Masalah lain yang tidak kalah pentingnya dalam upaya memperbaiki proses penganggaran di sektor publik adalah penerapan anggaran berbasis prestasi kerja.
Mengingat bahwa sistem anggaran berbasis prestasi kerja/hasil memerlukan kriteria pengendalian kinerja dan evaluasi serta untuk menghindari duplikasi dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat daerah, perlu dilakukan penyatuan sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran.
Dengan memperkenalkan sistem penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat daerah.
Dengan penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga/perangkat daerah tersebut, dapat terpenuhi sekaligus kebutuhan akan anggaran berbasis prestasi kerja dan pengukuran akuntabilitas kinerja kementerian/lembaga/perangkat daerah yang bersangkutan.
Sejalan dengan upaya untuk menerapkan secara penuh anggaran berbasis kinerja di sektor publik, perlu pula dilakukan perubahan klasifikasi anggaran agar sesuai dengan klasifikasi yang digunakan secara internasional.
Perubahan dalam pengelompokan transaksi pemerintah tersebut dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja, memberikan gambaran yang objektif dan proporsional mengenai kegiatan pemerintah, menjaga konsistensi dengan standar akuntansi sektor publik, serta memudahkan penyajian dan meningkatkan kredibilitas statistik keuangan pemerintah.
Sebelum diberlakukannya UU No. 17 Tahun 2003, anggaran belanja pemerintah dikelompokkan atas anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan.
Pengelompokan dalam anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan yang semula bertujuan untuk memberikan penekanan pada arti pentingnya pembangunan dalam pelaksanaannya telah menimbulkan peluang terjadinya duplikasi, penumpukan, dan penyimpangan anggaran.
Sementara itu, penuangan rencana pembangunan dalam suatu dokumen perencanaan nasional lima tahunan yang ditetapkan dengan undangundang dirasakan tidak realistis dan semakin tidak sesuai dengan dinamika kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dalam era globalisasi.
Perkembangan dinamis dalam penyelenggaraan pemerintahan membutuhkan sistem perencanaan fiskal yang terdiri dari sistem penyusunan anggaran tahunan yang dilaksanakan sesuai dengan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) sebagaimana dilaksanakan di kebanyakan negara maju.
Walaupun anggaran dapat disusun dengan baik, jika proses penetapannya terlambat akan berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya.
Oleh karena itu, dalam undang-undang ini diatur secara jelas mekanisme pembahasan anggaran tersebut di DPR/DPRD.
Termasuk pembagian tugas antara panitia/komisi anggaran dan komisi-komisi pasangan kerja kementerian negara/lembaga/perangkat daerah di DPR/DPRD.
Penyusunan dan penetapan APBD
Tujuan dan fungsi dan klasifikasi APBD (Pasal 16):
(1) APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap tahun dengan Peraturan Daerah.
(2) APBD terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan.
(3) Pendapatan daerah berasal dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah.
Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
(4) Belanja daerah dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.
Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
Rincian belanja daerah menurut organisasi disesuaikan dengan susunan perangkat daerah/lembaga teknis daerah.
Rincian belanja daerah menurut fungsi antara lain terdiri dari pelayanan umum, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan, serta perlindungan sosial.
Rincian belanja daerah menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, dan bantuan sosial.
Ketentuan umum penyusunan APBD (Pasal 17):
(1) APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah.
Dalam menyusun APBD dimaksud, diupayakan agar belanja operasional tidak melampaui pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
(2) Penyusunan Rancangan APBD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berpedoman kepada rencana kerja Pemerintah Daerah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.
(3) Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD.
Defisit anggaran dimaksud dibatasi maksimal 3% dari Produk Regional Bruto daerah yang bersangkutan. Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk Regional Bruto daerah yang bersangkutan.
(4) Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, ditetapkan penggunaan surplus tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD.
Penggunaan surplus anggaran perlu mempertimbangkan prinsip pertanggungjawaban antar generasi, sehingga penggunaannya diutamakan untuk pengurangan utang, pembentukan cadangan, dan peningkatan jaminan sosial.
Mekanisme penyusunan APBD (Pasal 18):
(1) Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah, sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-lambatnya pertengahan Juni tahun berjalan.
(2) DPRD membahas kebijakan umum APBD yang diajukan oleh Pemerintah Daerah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya.
(3) Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD, Pemerintah Daerah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah.
Mekanisme penyusunan APBD (Pasal 19):
(1) Dalam rangka penyusunan RAPBD, Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku pengguna anggaran menyusun rencana kerja dan anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah tahun berikutnya.
(2) Rencana kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah disusun dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai.
(3) Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sudah disusun.
(4) Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) dan (2) disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD.
(5) Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD tahun berikutnya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah diatur dengan Peraturan Daerah.
Mekanisme penyusunan dan penetapan APBD (Pasal 20):
(1) Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya.
(2) Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPRD.
(3) DPRD dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD.
Perubahan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dapat diusulkan oleh DPRD sepanjang tidak mengakibatkan peningkatan defisit anggaran.
(4) Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
(5) APBD yang disetujui oleh DPRD terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.
(6) Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), untuk membiayai keperluan setiap bulan Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya.(*)
Thanks for reading Rp10,3 Triliun APBDP 2016 Disetujui oleh DPRD Riau | Tags: Advertorial
Next Article
« Prev Post
« Prev Post
Previous Article
Next Post »
Next Post »