Gertak Sambal Atau Pembohongan Publik Stop Facebook?
Perusahaan facebook mengumumkan 2 miliar pengguna aktif media sosial milik mereka di seluruh dunia terhitung semester pertama (6 bulan pertama) di tahun 2017 ini. Akun facebook aktif urutan ke empat terbanyak adalah dari negara Indonesia.
Jumlah pengguna aktif facebook di Indonesia mencapai angka 111 juta akun. Jumlah ini melebihi 50 persen dibandingkan dengan 190.307.134 juta jiwa penduduk Indonesia yang punya KTP terdaftar sebagai pemilih di Pemilu Presiden tahun 2014 lalu.
Meski disadari, tidak semua 111 juta akun facebook itu adalah daftar pemilih tetap (DPT) Pilpres 2014 tersebut.
Namun peluang dan manfaat penyebaran informasi melalui media sosial itu sangat tinggi untuk menjadikan warga negara Indonesia menerima sesuatu peristiwa, pengumuman dan sejenisnya dengan cepat dan merata, jika mengambil sampling dari rumusan survei publik.
Dengan kata lain, hanya 79 juta jiwa saja tersisa dari jumlah DPT jika 190 juta DPT dikurangi dengan 111 juta jumlah akun facebook di Indonesia.
Fakta menariknya, tentu saja pengguna dan pemilik akun facebook adalah orang yang tahu tulis baca dan mudah menerima informasi. Warganet adalah rakyat cerdas!
Mereka juga menjadi publisher (penyampai informasi) di kehidupan nyata, baik sesama keluarga maupun dalam pergaulan sehari - hari.
Ketika tahun 2012 lalu, Joko Widodo langgeng menjadi Gubernur DKI Jakarta. Jika ada pendapat mengatakan suksesnya Jokowi berkat peran media sosial facebook ini, harus diakui.
Hingga ia mencalon menjadi presiden juga tidak lepas dari peran media sosial facebook yang mampu mencitrakan Jokowi sosok sederhana dan pantas untuk jadi presiden.
Manfaat media sosial ini bisa jadi alasan kuat Jokowi berserta rombongan kabinetnya bertandang khusus ke kantor facebook milik Mark Zuckerberg tersebut pada 18/2/2016 silam.
Kunjungan itu merupakan kunjungan balasan Jokowi terhadap Mark Zuckerberg yang sebelumnya berkunjung ke Jakarta pada pertengahan 2015.
Kunjungan balasan Jokowi itu tidak bisa lepas dari kebanggan Jokowi sendiri sejak 2012 mencalon Gubernur DKI Jakarta hingga menjadi pemenang di Pilpres 2014 berkat popularitasnya di facebook.
Fakta data dari tahun ke tahun, berdasarkan Kementrian Informasi Telekomunikasi dan Informatika, pengguna facebook dalam rentang waktu 2012 (35 juta) sampai dengan 2014 itu meningkat ke angka 66 juta akun di Indonesia.
Dengan jumlah 111 juta akun pertengahan tahun 2017 ini, pertumbuhan pengguna facebook di Indonesia mengalami peningkatan 100 persen dari jumlah awal setiap tahunnya. Angka fantastis yang sangat potensi menjadi media penyampai informasi.
Jika kedekatan Jokowi bersama Mark Zuckerberg, tidak bisa dipungkiri hasil data facebook untuk Jokowi sangat akurat bila diminta untuk dibentangkan oleh pemilik website media sosial terbesar dunia ini.
Dapat dianggap bahwa Jokowi telah mengetahui rating tidak suka (dislike) untuk Jokowi lebih besar dibanding rating suka (like) dari 111 juta akun facebook warganet Indonesia saat ini.
Gertak Sambal Dengan Tumbal
Meski menyadari manfaat media sosial sebagai jalur informasi mumpuni, namun Menkominfo Rudiantara mengeluarkan pernyataan ancaman akan menutup akses media sosial dengan alasan yang tidak mudah diterima masyarakat Indonesia, terutama warganet.
Rudiantara hanya mengambil satu sampling seseorang atau segelintir kelompok orang yang menjadi radikal akibat melihat konten di sebuah situs.
Tentu saja situs yang mereka lihat bukan berasal dari facebook, twitter dan youtube secara utuhnya. Karena faktanya disclaimer situs sosial itu sangat ketat mengawasi konten mereka dengan cara menyediakan tombol pilihan laporan pencekalan sebuah tayangan bagi setiap penguna akun.
Pertanyaannya, bukankah sebuah situs atau jutaan situs sekalipun dapat dibekukan aksesnya oleh Kementrian dengan tahapan peringatan atau bahkan menangkap pemilik situsnya sesuai UU IT yang berlaku?
Dan yang perlu digarisbawahi, situs yang dimaksud Rudiantara dipastikan bukan facebook, twitter dan youtube serta situs sosial resmi sejenis. Dapat dipastikan mereka hanya memanfaatkan metode viral marketing ke media sosial tersebut.
Efek domino dari ancaman Rudiantara boleh jadi dilatarbelakangi berbagai alasan. Jika konten radikal, hoax, kekerasan dan ancaman atau pornografi jadi alasan utamanya, maka telah dimentahkan dari fakta disclaimer atau persyaratan pengguna media sosial facebook, twitter dan youtube sendiri.
Warganet akan mengetahui pilihannya pada 2019 jika hanya dengan satu sampel tindakan radikal menjadi tumbal penutupan akses bagi semua 111 juta akun media sosial, terutama facebook, ditambah youtube dan twitter oleh Rudiantara nantinya.
Pembohongan Publik Dari Menteri Sendiri?
Rudiantara mengeluarkan ancaman penutupan akses media sosial dengan tidak merinci jumlah akun konten radiklisme yang bisa dibandingkan dengan 111 juta pemilik akun lainnya bermuatan positif, informatif, edukatif, ekonomis dan bisnis.
Sebagai menteri Infokom (Informasi Komunikasi dan Telekomunikasi), Rudiantara menyatakan bahwa angaka 50 persen dari akun konten radikal yang tersebar di media sosial tidak dihapus oleh pemilik media sosial.
Pernyataan ini bertentangan dengan apa yang diberlakukan sebagai disclaimer oleh masing - masing media sosial facebook, twitter dan youtube.
Menyusul fakta jika konten terlarang secara tampilan seperti pornografi, kekerasan, radikalisme dan sara, maka dengan sendirinya disclaimer dapat dilakukan siapa saja yang menemukan konten.
Sehingga seperti halnnya youtube sendiri akan segera menghapus dari tayangan setelah 1 X 24 jam melayangkan peringatan.
Video dihapus dari YouTube jika melanggar Disclaimer |
Bukankah alasan Rudiantara yang bertentangan dengan fakta disclaimer pemilik media sosial itu dapat disebut dengan pembohongan kepada rakyat Indonesia (publik) khususnya pengguna media sosial saat ini?***
Perlu dilihat : Saat Kata Hancur Negara Era Jokowi Mulai Terbukti
Thanks for reading Gertak Sambal Atau Pembohongan Publik Stop Facebook | Tags: Ekonomi Opini Politik Telekomunikasi Website
Next Article
« Prev Post
« Prev Post
Previous Article
Next Post »
Next Post »